Penulis : Rum Efi
Fitriani
Gagahnya mentari sore membuat langit begitu bersih.
Perlahan sinarnya tak setajam kala siang hari. Anginpun berhembus sejalan
dengan aroma ayat-ayat suci Al-qur’an yang ditiupkan anak manusia yang begitu
mencintai kitab-Nya.
“Fabiayii
ala irobbikuma tukadziban...” lantunan ayat-ayat-Nya terdengar begitu syahdu
dan mendamaikan qolbu, pemandangan yang sejuk dan selalu terdengar selepas
sholat ashar dimasjid kampus. Ya, pemuda itu Adam namanya. Seorang pemuda
dikenal kesolehannya. Pergaulannya sangat terjaga. pemuda itu sangat
berhati-hati menjaga pandangannya. Jangankan melihat hal-hal yang tercela,
bahkan menatap wajah lain jenis aja serasa tabu baginya. Dan yang sangat luar
biasa, Adam sangat kokoh menjaga wudhu.
Adam
nama panggilannya. Siapapun yang melihatnya akan terpesona dengan aura positif
yang terpancar dari wajahnya. Wajahnya cukup susah disebut ganteng namun sangat
mudah untuk disebut teduh. Mengobrol dengannya lebih sering mendapatkan hikmah.
Meski tak terucap kalimat nasihat dari lisannya. Namun sungguh amat terasa
menentramkan.
Hari
ini sasa hendak pergi keperpustakaan untuk mengembalikan buku, karena letak
perpus dan masjid kampus berdekatan, tak sengaja ia bertemu dengan Adam yang
mukanya masih basah dengan air wudhu. Mungkin adam akan melaksanakan sholat
ashar. Ya, meski Adam tidak mengenal sasa tapi sasa mengenalnya lewat nama yang
sering teman-teman bicarakan tentang prestasi akademiknya. Adam berjalan melewati
sasa yang sedang duduk diteras masjid bersama rara temannya, sejenak matanya
bertemu dengan mata sasa. Adam buru-buru menundukan pandangan. Deg. Sasa
merasakan jantungnnya bergetar hebat bercampur malu karena ketahuan sedang
memperhatikannya. Ya.adam namanya tak hanya berhasil mencuri perhatian sasa tetapi
sebagian hati sasa.
***
6 bulan kemudian
Rumana salsabila. Sasa biasa orang memanggilnya.
gadis yang santun dan baik hati. Ia merupakan gadis yang sederhana, namun
kadang kala terlihat manja karena mungkin ia adalah anak semata wayang yang tak
pernah kurang dengan kasih sayang orang tuanya. Beberapa hari yang lalu ia
telah diwisuda S1. Bahkan sekarang ia sudah bekerja disekolah swasta favorit
dikotanya. Sehari setelah wisuda sasa mendengar kabar dari temannya bahwa adam
kembali kekampung halamannya untuk merintis usaha bisnisnya dibidang publikasi
media islam.
“Subhanallah ciptaan-Mu begitu tergerak hatinya
untuk menyebar dakwah” lagi-lagi sasa mengagumi dalam diamnya. Namun sebenarnya
ada sedikit rasa kecewa dihati sasa, itu artinya ia tak akan pernah lagi
bertemu apalagi mendengar suaranya.
***
Jilbab lebarnya tertiup angin sore. Ia duduk diteras
rumah. Sasa, masih kefikiran dengan pemuda yang pernah didengarnya kala waktu
dikampus dulu. Ia merindukan suara yang setiap kali sore terdengar merdunya.
“astagfirullohaladzim, Ya Allah maafkan sasa” sasa berusaha menghapus perasaan
itu, karena takut akan terjadi zina hati.
Pukul 02.30 alarm hp sasa bunyi. Sasa terbangun. Ia
berwudhu dan melaksanakan sholat lail.
Shalat
Tahajud ia laksanakan dengan ruku’ dan sujud yang sempurna. Ia tak pernah lupa
memohon ampun kepada-Nya atas dosa-dosa yang tak dapat dihitung kemudian ia
memuji nama Tuhannya dan memanjatkan doa untuk ibu, ayah dan untuk ummat
Muhammad saw yang sedang berjihad fii sabilillah. Dan tentunya untuk dirinya
kesehatan, kelancaran rizki dan . . . jodoh.
“Ya
Allah hamba mengagumi ciptaan-Mu, namun hamba tak pernah ada komunikasi
sekalipun dengannya, karena ia tidak mengenal hamba. Ya Allah segalanya hamba
serahkan pada-Mu, jika pemuda yang bernama adam itu adalah jodoh hamba maka
ikatlah kami dalam tali suci pernikahan namun jika ia bukan jodoh hamba
hapuslah perasaan yang selama ini mengusik dan pertemukan hamba dengan jodoh
terbaik menurut-Mu Ya Allah” air mata sasa mengalir dalam sujud. Ia terus
memohon pada Sang Maha pemilik cinta.
***
sasa keluar kamar mencari Ibu, dilihatnya ibu sedang melipat baju diruang tengah. Sasa mendekat dan duduk. Dengan gelisah sasa tatap ibu berkali-kali. keinginan yang sedari tadi ingin disampaikan mendadak menjadi beban yang ragu dilontarkan.
sasa keluar kamar mencari Ibu, dilihatnya ibu sedang melipat baju diruang tengah. Sasa mendekat dan duduk. Dengan gelisah sasa tatap ibu berkali-kali. keinginan yang sedari tadi ingin disampaikan mendadak menjadi beban yang ragu dilontarkan.
“ibu, sasa bantu ya” tawar sasa yang sebenarnya
bukan pertanyaan itu yang hendak disampaikan
Ibu menjawab senyum.
“sa, kapan mulai pendaftaran S2?” tanya Ibu.
“minggu depan bu” jawab sasa
“ibu bapak setuju kalo kamu lanjut S2, tapi jangan
sampe melupakan menikah” Ibu memberi saran.
“Iya. bu” jawab sasa sambil melipat baju
“lihat teman-temanmu udah pada gendong anak, kamu
masih saja gendong tas” canda Ibu dengan sedikit menyinggung perasaan sasa.
“Iya bu” singkat lala
“ehm.. Ibu, sasa... sasa sebenarnya hmmm...”
sasa menundukan wajahnya dalam-dalam. rasa malu
bertabur jengah dan bingung sudah memenuhi rongga dada bahkan sebelum keinginan
itu disebutkan.
“kenapa sa,,,?” Ibu menghentikan lipatan baju.
“sasa sebenarnya... sebenarnya sasa sudah... sudah
ingin menikah bu”
Rasa panas karena malu menjalari kedua pipi sasa, ia
kembali menunduk menutupi rona merah diwajahnya yang mulai terlihat.
***
sebulan setelah sasa mengatakannya keinginan untuk menikah ayahnya menyampaikan hal penting kepada putrinya. Sasa.
“apa kamu sudah punya calon suami, sa?” tanya ayah
dengan hati-hati
“belum ayah, tapi...” sasa ragu untuk melanjutkan
“tapi apa”? ayah penasaran
Sasa diam. Tidak bisa menjawab.
“sasa mencintai teman kuliahnya, tapi tidak pasti
begitu orangnya” jawab ibu
Sasa masih menunduk. Diam.
“kemarin sore, H.Mahfu teman ayah dari Solo kesini.
Berniat melamarmu untuk anaknya. kalo ayah dan ibu setuju, sekarang keputusan
ditangan kamu sa.” Jelas Ayah
“bagaimana
sa? jujur, ibu ingin kamu menikah dengan anak teman ayah namanya Rahman, ia
pemuda baik, soleh, sudah lulus kuliah juga bahkan sudah punya bisnis usaha
sendiri dan ayahmu tau persis bagaimana keluarganya” promo ibu dengan menjelaskan begitu detail.
“bagaimana sa... ayah tidak memaksa. Ayah butuh
jawaban dari kamu, tidak enak kalo sampe mereka menunggu lama jawabanmu”
Jantung sasa berdetak makin cepat, ia mulai berfikir
untuk menimbang-nimbang
“bagaimana jika pernikahan dilangsungkan dengan
Rahman tapi hati masih menyimpan seseorang yang selama ini diam-diam
dicintainya. Ya, Adam. Namun, bagaimana pernikahan dengan adam bisa terjadi
sedangkan menyapanya saja tak pernah, apalagi berbicara. Tak pernah sekalipun
komunikasi dengannya karena dia memang tidak mengenalku. Bahkan kabar yang
biasa terdengar dari teman-temannya kian lama kian memudar. Yah, aku harus
melupakan adam. Harus. Aku akan mengikuti pilihan orang tuaku.” sasa berbicara
dalam hati
“ehmm...” ayah berdehem. Memecahkan lamunan sasa.
“eh,, iya ayah, bu... sasa terima. Sasa bahagia
kalau ayah dan ibupun bahagia”
“alhamdulillah” ayah dan ibu mengucapkan hamdallah
“baiklah, nanti ayah segera hubungi H.Mahfu untuk
kemari”
***
belajar melupakan seseorang yang pernah singgah dihati terasa begitu sulit, malam itu sasa tidur hanya sebentar. Jarum panjang menunjukan pukul 02.00 bahkan alarm hpnya belum bunyi.
belajar melupakan seseorang yang pernah singgah dihati terasa begitu sulit, malam itu sasa tidur hanya sebentar. Jarum panjang menunjukan pukul 02.00 bahkan alarm hpnya belum bunyi.
Ia sempatkan menulis isi hatinya di buku diary.
November 2014.
Dear Diary...
Maaf karena
kesibukanku jarang sekali mencorat-coretmu. Apa kabarmu di? Kabarku tak terlalu baik karena aku akan
dijodohkan dengan rahman yang orangnya sama sekali aku belum pernah melihatnya.
Aku tidak yakin di kalau aku bisa mencintai rahman. jujur meski aku telah
menyetujui perjodohan ini namun pikiranku masih kalut. Rasa bingung dan gelisah
masih terus menyelimuti. Tapi aku ikhlaskan semuanya. Yah, aku mnecoba belajar
ikhlas demi orang tuaku, demi cintaku pada Sang pemilik cinta-Nya. Dan
melupakan orang yang tidak pasti.
“kriiiiiingggggg,,,,,”alarm hp sasa berbunyi. sasa
menutup buku diarynya. Ia masih menginginkan ketenangan hati. Kemudian melakukan
sholat tahajud.
“Ya, Allah... bila pemuda pilihan ayah yang bernama
rahman adalah memang pemuda yang baik maka izinkan ia menjadi jodoh hamba,
menjadi pembimbing dan imam setiap ibadahku pada-Mu”
***
hari jum’at pukul 08.00 ada rombongan keluarga datang kerumah sasa. Sasa mengintip dari jendela kamar. Ia terkejut saat melihat salah satu pemuda yang diyakini itu adalah adam. “jangan-jangan adam adalah saudaranya rahman” ia jadi bingung dan makin gelisah. Sasa masih tetap dikamar tidak berani untuk keluar.
hari jum’at pukul 08.00 ada rombongan keluarga datang kerumah sasa. Sasa mengintip dari jendela kamar. Ia terkejut saat melihat salah satu pemuda yang diyakini itu adalah adam. “jangan-jangan adam adalah saudaranya rahman” ia jadi bingung dan makin gelisah. Sasa masih tetap dikamar tidak berani untuk keluar.
“ini dia anak saya pa..bu.., namanya rahman” ibunya
rahman memperkenalkan anaknya.
Sasa makin penasaran, karena semua tamu sudah masuk
rumah jadi sasa tak bisa ngintip hanya pembicaraan mereka yang terdengar
Ayah adam berkata, “jadi gimana dengan perjodohan
anak kita? Kalo rahman setuju saja asal pilihan orang tuanya baik.”
Sasa semakin gemetar mendengar pembicaraan mereka,
lalu ibu rahman bertanya.
“mana calonnya bu, dari tadi saya belum melihat
siapa namanya ya salsabila ya, biar mereka ta’aruf didepan kita” ujar ibu
rahman
Ayah sasa menyuruh ibu untuk memanggilkan
anaknya. Ibu menuju kamar sasa, dan
beberapa saat kemudian sasa datang keruang tamu dengan menggunakan jilbab
berwarna merah muda. Cantik sekali. Sasa belum berani mengangkat muka,
pandangannya masih menunduk ke lantai.
Ibu rahman : “ini yang namanya salsabila, cantik,
sekali kamu nak, solehah lagi. Subhanallah ” sasa menjawab pujian itu dengan
senyum yang masih menunduk. Ibu memperkenalkan rahman dengan sasa.
Rahman, ini sasa anak ibu.
Rahman : Assalamu’alaykum ukhti sasa.
Deg. Jantungnya mulai berdegup dengan hebatnya, ia
mendengar suara yang udah lama tak didengarnya. Sasa mencoba memalingkan
tundukan pandangannya. Rahman ia mengatupkan kedua tangannya didepan dada. Dan
tersenyum.
Sasa : “wa’alaykumsalam akh adam, eh,, rahman
maksudnya” sasa berpura-pura tidak mengenalnya. Allah inikah jawabannya Engkau
disetiap do’a-do’aku. Subhanallah pemuda yang selama ini aku kagumi yang
bernama adam ternyata itu adalah rahman. Mata sasa mulai berkaca-kaca perlahan
airnya menetes bahagia. Sejenak ia mengusap sambil menundukan agar tak
diketahui haru bahagianya.
Rahman : “ukhti, apakah anti bersedia menjadi
pendamping hidup ana?”
Tiba-tiba peredaran darah sasa tidak stabil, tangan
mulai dingin serasa berada di kutub utara. Perlahan sasa menganggukan kepalanya
dan berkata, “Insya Allah ana bersedia menjadi pendamping hidup akh adam eh
rahman” lagi lagi sasa salah menyebutkan nama. Rahman tersenyum. orang tua
mereka pun tersenyum dan mengucapkan hamdallah.
Rahman : “apa mahar yang harus ana penuhi untuk anti?”
sasa teringat kala sang murobbi memberikan
tausiyahnya bahwa mahar itu hendaklah yang mudah dan tidak memberatkan, sasa
rasa karena sering mendengar lantunan surat yang dibacakan adam maka sasa
memutuskan untuk mahar pernikahan sasa minta seperangkat alat sholat dan
hafalan surat Ar-rahman. Adam pun tampak menyanggupinya dengan senang hati.
***
7 desember 2014
7 desember 2014
pernikahan Rumana Salsabila dengan Adam Ar-Rahman
dilaksanakan. Sasa menggunakan kebaya pengantin dengan balutan jilbab yang
dilengkapi dengan bunga-bunga yang melingkar diatas jilbabnya. Sasa terlihat
sangat cantik dan serasi sekali dengan pakaian adam yang berwarna putih juga. Nuansa
islami begitu kental dan sakral. Tak sedikit teman-teman kuliah dan para dosen
datang untuk mengucapkan kebahagiaan mereka.
Usai ijab qobul adam membaca hafalan surat Ar-Rahman
dengan fasihnya. Air mata sasa berlinang mendengar suara itu, suara yang
berniat sasa lupakan karena rahman. Namun kini adam dan rahman adalah orang
yang sama bahkan sudah menjadi kekasih halal selamanya. Sungguh maha besar
Allah yang mengetahui rahasia dahsyat.
***
Malam pengantin,
Malam pengantin,
Perbincangan antara adam dan sasa membuat senyum dan
tawa, merekan saling mengungkapkan rahasia semasa dikampus yang baru saja
beberapa bulan ditinggalkannya. Kini kampus kenangan itu menjadi almamater
kisah cinta dalam diam mereka. Adam sebenarnya lebih dulu mengenal sasa lewat
tulisan-tulisanya yang sering di pajang dimading fakultas dan beberapa cerpen
lain termuat di majalah islam kampus di universitasnya. Namun karena ia sangat
menjaga pergaulan, ia berniat menyapa sasa tatkala di hadapkan bersama orang
tuanya saat proses khitbah. Subhanallah... sasa pun tak menyangka kalau ternyata
adam tidak hanya hafal surat Ar-Rahman namun ia hafal 30 juz Al-qur’an.
sasa : “jadi, ade panggil mas adam atau mas rahman?”
tanya sasa malu-malu
adam : “tidak keduanya” goda suami sasa
sasa cemberut manja.
adam : “panggil aku, cinta...” bisiknya
sekejap sorot pandang sayang dilemparkan dalam
tatapan, membuat hati sasa terasa bagai melayang.
Minggu
pertama pernikahan...
Hari-hari
dipenuhi bahagia, karena pembentukan karakter antara muslim dan muslimah akan
lebih utuh ketika keduanya telah bersama. adam merasakan diminggu pertama usia
pernikahan ini ibadahnya rutin makin bertambah dari hari kehari. Sasa, sang
istri menjadi pembangun tahajud yang paling disiplin, ia tak hanya membuat satu
alarm di hp namun beberapa alarm hanya untuk membangunkan dirinya dan suami
agar tidak melebihi sepertiga malam terakhir.
sasa mengambil buku diarynya
Dear Diary...
Aku tak mampu
untuk berkata-kata di, hanya sepenggal ayat kugores disini
“... dan nikmat Tuhan kamu yang mana lagi yang
kamu dustakan?”
Ar-Arahman. Aku
jatuh cinta. :’)
Ditulis
: Jakarta, 23 November 2014
Fb
Penulis : R Efi Fitriani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar